Ada-ada
saja pengalaman lucu saat bepergian, dan salah satu yang paling berkesan
terjadi ketika saya sedang berkunjung ke Nathawee untuk keperluan pekerjaan
pada tahun lalu, Distrik Nathawee ini merupakan sebuah nama daerah yang berada
di Provinsi Songkla, Thailand Selatan. Daerah ini berdekatan dengan Distrik Sadao
dan Padang Besar yang merupakan perbatasan Thailand Selatan dan Kedah,
Malaysia. Dan inilah kisahku: petualangan mencari bumbu kacang yang berujung
Thai Tea!
![]() |
Nathawee Road |
Hari
itu saya sedang melakukan kunjungan ke sebuah sekolah di Nathawee dan agenda
pada saat itu adalah demo memasak, sedangkan tim kami tidak ada yang pandai
memasak, kami hanya pandai memakan dan mencicipi makanan hahaa. Pada demo memasak
makanan khas Indonesia ini kami berencana ingin mengenalkan Pecel sebagai
makanan khas Jawa Timur kepada mereka, akan tetapi saat saya cek tas kresek
hitam yang kami bawa dari Indonesia ternyata hanya ada kaleng bumbu gudeg dan
krensengan saja tidak ada bumbu pecel didalamnya, setelah saya ingat-ingat
ternyata bumbu pecelnya sudah diberikan semua sebagai oleh-oleh di sekolah yang
ada di Kuala Lumpur, Malaysia karna sebelum ke Thailand kami berkunjung ke
Malaysia terlebih dahulu. Karena salah satu tim terlanjur mengatakan kalau kami
akan demo memasak pecel sedangkan bumbu pecelnya tidak ada, maka saya harus
mencari solusi untuk mencari pengganti bumbu pecel maka muncullah ide “bumbu
kacang dicampur kecap dan saus pedas” saya pikir ini adalah ide yang sangat solutif,
karna sepertinya saya bisa menemukan bumbu kacang/bubuk kacang di Thailand dan rasanya
akan sedikit mirip dengan pecel, maka saya inisiatif untuk mencari bahan
tersebut ke pasar terdekat bersama asisten teman saya.
Misiku
pada saat itu cukup sederhana: mencari
bumbu kacang, dan kembali ke penginapan mengambil banner untuk foto bersama. Akhirnya
saya meminjam sepeda motor milik pegawai kantin sekolah untuk pergi ke pasar
tradisional terdekat. Dan tantangan dimulai ketika saya sudah berada di pasar
dan menyadari bahwa hampir seluruh orang di pasar tidak bisa berbahasa Inggris.
Sedangkan Internet Roaming maupun Javamifi tidak ada sinyal disini, menurut
info hanya sim-card local yang sinyal internetnya full ditempat ini, namun saya
belum sempat membelinya. Hiksss lalu gimana cara komunikasinya?
Ketika
hampir menyerah karna mereka tidak ada yang paham dengan apa yang kubicarakan,
kemudian ada seorang perempuan penjual daging berkata, “Saya bisa cakap Melayu sikit-sikit
, kakak cari apa saya cuba bantu” Wuahhh saya merasa seperti mendapat harapan
baru. Namun ternyata, bahasa Melayu dengan logat Thailand bukanlah sesuatu yang
mudah dipahami. Saya menjelaskan panjang lebar dan dia mengajak kami
berkeliling pasar lagi untuk menunjukkan apa yang saya cari tapi bukan itu yang
saya cari, dan saya merasa beliau tidak paham dengan apa yang saya maksud dan
akhirnya kami tidak membeli apa pun dari pasar tersebut.
Jangan
salah, saya tidak semudah itu untuk menyerah, kali ini saya coba cari di
minimarket “Seven Eleven”, saya coba cari dibagian rak kaleng bumbu, namun bahasanya
keriting semua. Karna terbatas oleh waktu, maka kali ini saya mengandalkan
feeling, mana sambal yang enak dan cocok untuk dipadukan dengan sayur. Saya hanya
bisa berharap kalau mereka tidak tau dan tidak pernah makan pecel sebelumnya,
hahaaaa.
Misi
pertama selesai dan saya melanjutkan misi kedua yaitu mengambil banner untuk
foto bersama. Fyi, dihari itu kami ada 2 jadwal kunjungan di 2 sekolah yang
berbeda diwaktu yang sama, sehingga kami membagi 2 tim. Saya dan asisten teman
saya berniat untuk mengantarkan banner ke tempat kunjungan sekolah kedua dengan
membawa sepeda motor yang saya pinjam di kantin sekolah pertama. Setelah selesai
dari sekolah kedua, kami kembali ke sekolah pertama untuk mengembalikan sepeda
motor tersebut, namun ternyata mobil rombongan tim kami sudah pergi ke destinasi selanjutnya yaitu kuil dan hutan lindung tanpa kami.
Yaasudahlah, akhirnya kami berdua pun berjalan kaki menuju penginapan saja.
kami
berjalan kurang lebih sekitar 2 km menuju ke penginapan, karna saat ini
mataharinya terasa sangatlah panas sekali hingga saya merasa haus. Akhirnya
saya memutuskan untuk mampir sebentar di kedai minuman di pinggir jalan. Baru
saja membuka mulut untuk memesan, si penjual langsung berkata, “No English”
Waduh, Saya berusaha tenang dan berkata “It’s Okay” sambil mengambil buku menu dengan
maksud menunjuk minuman, tapi yang kulihat hanyalah tulisan keriting Bahasa Thailand,
tak ada yang bisa kubaca karna gambar minuman satu pun tak ada. dalam pikirku kalau
di Indonesia banyak kedai minuman menjual Es Teh, maka di Thailand pasti
banyak yang menjual Thai Tea dong. Dan benar saja, saat saya bilang “Thai Tea”
penjualnya langsung mengangguk dan saya bisa menikmati segarnya Thai Tea dan
bersantai di penginapan setelah satu hari penuh drama bahasa dan jalan kaki.
Dari pengalaman ini aku belajar bahwa setiap perjalanan tidak selalu mulus, tapi justru dari kejadian lucu dan tak terduga itulah cerita menarik tercipta. Bahasa bisa menjadi penghalang, tapi juga bisa menjadi jembatan asal kita tetap terbuka dan percaya diri.
Author,
@rofiahsn - laugh, learn, and thai tea
No comments:
Post a Comment